Setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah (suci). Kedua orang tua yang
menjadikanya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR Bukhari Muslim). Hadits ini
mengajarkan betapa peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter
anak. Orang tua adalah guru utama dan keluarga sebagai sekolah pertama untuk
melahirkan generasi terbaik.
Al-quran mengingatkan umat Islam
agar tidak meninggalkan generasi yang lemah (QS [4]:9), tapi generasi yang
kuat, cerdas, penyejuk mata dan hati, serta pemimpin orang bertaqwa. Karenanya,
pendidikan Islam harus berorientasi Qurani yakni pembentukan karakter Islami.
Bukan berorientasi nilai (angka) akademik kelulusan, apalagi mengabaikan akhlak
(moralitas).
Khalid bin Hamid al-Hazimy,
penulis buku, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah, menjelaskan tiga
orientasi pendidikan Qurani. Pertama, orientasi penanaman. Ibarat pohon, ia
bermula dari bibit pilihan, ditanam dengan kesungguhan dan keikhlasan, hingga
tumbuh dan berkembang menjadi pohon yang kokoh, rindang, dan berbuah.
Begitu pula dengan manusia. Dari
jutaan sperma, hanya satu yang berhasil membuahi sel telur dengan benih
terbaik. Dalam kandungan, ia ditiupkan ruh Ilahi dengan potensi tauhid (QS [7]:
172). Ketika lahir, ia diazankan dan diiqomatkan agar mendengar kalimah tauhid
dan thayyibah.
Pendidik sejati Luqman al-Hakim
telah memberikan teladan dalam mendidik anak yang benar yakni penanaman akidah
lebih dulu. Jika akidah tauhidnya kuat maka kepribadianya pun akan baik.
Kalimah thayyibah itu, laksana
pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan dahanya menjulang ke langit, dengan
buah yang banyak. Pepatah arab mengatakan, siapa menanam dia akan memanen.
Kedua, orientasi pemeliharaan. Ia
mesti dijaga (evaluasi) dengan baik agar tumbuh menjadi pohon yang kokoh,
sekaligus memperkuatnya dengan pupuk yang berisi akhlak mulia, agar tidak
terjerumus pada hal-hal negatif.
Nabi Ya’qub AS bertanya kepada
anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab,
“Kami akan menyembah Tuhanmu, Tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, yakni
Tuhan yang Maha Esa.”(QS [2]: 133). Kalau kita sebaliknya, sering menanyakan,
“Apa yang akan kalian makan setelah aku mati?”
Ketiga, orientasi penyembuhan.
Pohon yang tumbuh akan terus menghadapi bala dan hama. Ia harus diberi obat
penawar untuk melawan hama. Jika tidak, ia bisa mati atau hidup segan.
Begitu pula perkembangan
anak-anak di tengah tatanan sosial yang bobrok ini. Upaya-upaya sistematis dan
masif untuk merusak akidah, pemikiran, dan akhlak anak-anak sangat deras dan
bertubi-tubi, termasuk pada siaran televisi yang memberitakan kekerasan,
pornografi, serta pornoaksi.
Mereka harus dirangkul dan
dibimbing serta dididik dengan pendekatan ajaran Islam. Jangan tinggalkan
mereka dalam kesesatan. Kita bimbing mereka dengan membaca dan merenungi al-quran,
karena ia adalah obat dan penyejuk hati, bertobat dan istighfar, mengerjakan
kebaikan dan muhasabah. Wallahua’lam.
Oleh : Beta Pujangga Mukti
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
sekarang makin di jauhkan dari didikan islam
BalasHapusindonesia mulai memudarkan tauhid dalam islam
BalasHapus