Zakat adalah salah satu dasar
atau pokok agama, ia juga termasuk satu diantara 5 rukun islam yang setiap
muslim pasti telah memahaminya. Dalam kitab nailul authar Muhammad Syaukani
mendifinisikan zakat menurut bahasa berarti tumbuh atau berkembang, bisa juga
diartikan dengan pensucian. Maksudnya, jika harta yang kita miliki itu suci
dari hak orang lain maka ia akan mudah untuk berkembang, karena di dalam harta
kita tersebut ada hak orang lain yang harus kita berikan.
Secara dhahir memang harta kita akan berkurang, namun sebenarnya jika
kita memberikan sebagian harta yang kita miliki untuk orang yang berhak untuk
menerimanya, Allah yang akan melipatgandakan harta kita tersebut. harta yang
kita miliki tersebut bisa diumpamakan seperti padi, ia tidak akan bisa tumbuh
sehat jika ada tanaman pengganggu di sekelilingnya, maka agar tumbuh subur
tanaman pengganggu itu harus dibersihkan, maka kita harus mengeluarkan zakat
kita untuk mensucikan harta yang kita miliki.
Banyak sekali perintah untuk mengeluarkan zakat yang telah Allah
tuliskan didalam al-Qur’an maupun sabda nabi dalam haditsnya. Salah satunya
adalah firman Allah dalam QS.ar-Rum : 39 yang berbunyi
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ
اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُونَ
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”.
Pasca meninggalnya Rasulullah, pada masa pemerintahan Abu Bakar banyak
diantara kaum muslimin yang menolak untuk mengeluarkan zakat, padahal zakat
adalah suatu kewajiban bagi seluruh umat muslim, bahkan seorang pengurus yang
bertugas menarik zakat pada saat itu diperintahkan untuk menariknya dengan
paksa apabila ia menolaknya. Perintah untuk mengeluarkan zakat ini disebutkan
berulang-ulang didalam al-Qur’an, hal ini menunjukkan ta’kid atau penguatan
kewajiban mengeluarkan zakat.
Zakat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu zakat
fitri, zakat tanaman, zakat hewan, zakat emas dan perak,dan lainnya. Setiap bagian
dari zakat tersebut mempunyai ketentuan-ketentuan masing-masing. Disini kita
akan membahas tentang zakat fitri juga perbedaannya dengan zakat mal.
Zakat Fitrah
Zakat fitri atau yang sering disebut zakat fitrah ini
wajib dikeluarkan apabila terbenam matahari pada Ramadhan. Pada sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar, berkata bahwa
Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri sesudah Ramadhan sebanyak satu sha’
kurma atau gandum, atas budak, orang merdeka, laki-laki, wanita, baik kecil
maupun besar dari golongan Islam dan beliau menyuruhnya untuk membagikannya
sebelum orang-orang pergi shalat ‘id. ukuran satu sha’ saat ini kurang lebih
sebanyak 2,5kg.
Dalam sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas Rasulullah menjelaskan tentang perintah zakat fitri, bahwa Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan busuk serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Maka siapa yang melakukan sebelum shalat ‘id, itulah zakat yang diterima (maqbul), sedang yang melakukan sesudah shalat ‘id maka itu sekedar sedekah. Zakat dan sedekah sebenarnya sama-sama mengeluarkan sebagian harta kita untuk orang lain, akan tetapi perbedaannya adalaha pada hukumnya. Jika hukum bersedekah adalah sunnah, sedangkan hukum mengeluarkan zakat adalah wajib.
Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa zakat ini ditujukan untuk memberi makan orang-orang miskin, yaitu dimaksudkan agar orang-orang miskin pada hari idul fitri tersebut ia bisa memiliki makanan untuk di makan, maka nabi memerintah untuk mengeluarkan zakatnya sebelum orang-orang berangkat untuk melakukan shalat ‘id. Nah, jika dilihat di Indonesia yang kebanyakan berzakat dengan beras, karena makanan pokok penduduk Indonesia adalah beras, maka seharusnya zakat itu dikeluarkan dan dibagikan pada malam harinya agar zakat yang berupa beras tersebut dapat diolah dan dikonsumsi untuk pagi harinya.
Dalam sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas Rasulullah menjelaskan tentang perintah zakat fitri, bahwa Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan busuk serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Maka siapa yang melakukan sebelum shalat ‘id, itulah zakat yang diterima (maqbul), sedang yang melakukan sesudah shalat ‘id maka itu sekedar sedekah. Zakat dan sedekah sebenarnya sama-sama mengeluarkan sebagian harta kita untuk orang lain, akan tetapi perbedaannya adalaha pada hukumnya. Jika hukum bersedekah adalah sunnah, sedangkan hukum mengeluarkan zakat adalah wajib.
Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa zakat ini ditujukan untuk memberi makan orang-orang miskin, yaitu dimaksudkan agar orang-orang miskin pada hari idul fitri tersebut ia bisa memiliki makanan untuk di makan, maka nabi memerintah untuk mengeluarkan zakatnya sebelum orang-orang berangkat untuk melakukan shalat ‘id. Nah, jika dilihat di Indonesia yang kebanyakan berzakat dengan beras, karena makanan pokok penduduk Indonesia adalah beras, maka seharusnya zakat itu dikeluarkan dan dibagikan pada malam harinya agar zakat yang berupa beras tersebut dapat diolah dan dikonsumsi untuk pagi harinya.
Tentang zakat fitri dan zakat mal, banyak orang salah
mengartikan bahwa zakat mal atau harta harus dikeluarkan hanya pada saat bulan
Ramadhan, padahal tidak. Zakat-zakat lain yang telah disebutkan diatas tadi
adalah masuk pada zakat mal atau zakat harta dan wajib dikeluarkan apabila
sudah mencapai nisabnya dan tidak harus dikeluarkan menunggu tiba Ramadhan. Jika
harta tersebut sudah mencapai nisabnya maka harus segera dikeluarkan.
Maka sebagai muslim yang taat mari kita mengajak diri
kita dan juga saudara-saudara kita untuk menegakkan pondasi dasar agama Islam
dengan melaksanakan segala kewajiban, dan menyempurnakannya dengan yang sunnah,
semoga kita bisa selalu berproses untuk menjadi insa yang lebih baik. Aaamiin. Wallahu’alam.
Oleh Dzakia Rifqi
Amalia
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين