Ketika seseorang sedang mengalami haid dan nifas, biasanya mereka diasumsikan sebagai orang yang sedang “sakit”. Hal ini dikarenakan salah satu ayat menyebutkan bahwa darah haid adalah aza (penyakit). Bahkan lebih ironis, orang-orang Arab jahiliyah dahulu sama sekali tidak memberikan ruang publik bagi perempuan yang sedang haid. Mereka ditempatkan di sebuah tempat khusus, diisolasi, dan tidak diperkenankan keluar hingga masa haid berakhir. Ajaran Islam tentu tidak membenarkan “pemasungan” terhadap perempuan yang haid. Mereka tetap diperbolehkan untuk keluar dan melakukan aktivitas sehari-hari. Hanya saja, ada beberapa hal yang secara syar’i dilarang untuk dilakukan oleh mereka. Antara lain:
1). Melaksanakan sholat. Larangan ini berdasar hadits Rasulullah saw.:
اِذَا أَقْبَلَتْ الحَيْضَةُ فَدَعِيَ الصَّلاَةَ
Artinya: “Jika haid telah tiba maka janganlah melakukan sholat.” (H.R. Nasai).
2). Puasa. Larangan ini berdasar juga pada hadits di atas, karena ada sebuah hadits yang menerangkan kesamaan antara larangan puasa dan sholat pada mereka yang haid. Riwayat yang diceritakan oleh Aisyah ini berbunyi:
كُنَّا نَحِيْضُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ نَطْهُرُ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ
Artinya: “Pada masa Rasulullah saw., kami mengalami haid. Setelah kami suci, kami diperintahkan untuk mengganti (qada) puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk meng-qada sholat.”
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda:
أَلَيْسَتْ إِحْدَاكُنَّ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى
Artinya: “Bukankah salah seorang di antara kalian jika sedang haid tidak (usah) sholat dan berpuasa? Mereka menjawab, ‘benar’.” (H.R. Bukhari).
3). Melakukan tawaf. Hal ini berdasarkan perkataan Rasulullah saw. kepada Aisyah pada saat ia mengalami haid ketika melakukan ibadah haji. Beliau bersabda:
اِفْعَلِى مَايَفْعَلُهُ الحَاجُّ غَيْرَ اَلاَّ تَطُوْفِى بِا لْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي ـ رواه البخرى و مسلم
Artinya: “Lakukan apa saja seperti yang dilakukan orang berhaji, kecuali melakukan tawaf di Masjidil Haram hingga kamu suci.” (H.R. Bukhari Muslim).
Illustration from image google |
4). Memegang dan membaca al-Quran. Larangan ini berlandaskan hadits Rasulullah saw.:
لاَيَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلاَ الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
Artinya: “Orang yang junub atau haid tidak boleh membaca apapun dari al-Quran.” (H.R. Abu Daud dan Turmudzi).
Ada juga sebuah ayat yang dijadikan untuk larangan memegang al-Quran, yaitu:
لاَيَمَسُّهُ اِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ
Artinya: “Tidak (boleh) memegangnya (al-Quran) kecuali orang-orang yang suci.” (Q.S. al-Waqi’ah: 79).
5). Diam di dalam majid. Rasulullah saw. bersabda:
لاَأُحِلَّ الْمَسْجِدُ لِحَائِضٍ وَلاَ لِجُنُبٍ ـ رواه ابو داود
Artinya: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan bagi orang yang sedang junub.” (H.R. Abu Daud).
Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang haid dilarang berdiam diri di masjid karena dikhawatirkan mengotori masjid. Kalangan yang melihat ini sebagai satu-satunya alasan cenderung untuk tidak melarang perempuan haid untuk tinggal atau diam di masjid dengan alasan-alasan tertentu, seperti mengikuti majelis taklim, jika ia memakai pembalut yang aman dan bersih.
Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengaitkan larangan tinggal di masjid ini dengan persoalan “kesucian diri” seseorang yang sedang haid. Kata aza (penyakit) diartikan sebagai sesuatu yang menjadikan seseorang perempuan tidak diperkenankan berada di dalam masjid dengan alasan apapun.
6). Melakukan hubungan seksual. Dengan tegas Allah swt. melarang orang haid untuk melakukan hubungan seksual. Allah swt. berfirman.
...فَاعْتَزِلُوْا النِّسَآءَ فِى الْمَحِيْضِ...
Artinya: “… Karena itu jauhilah isteri pada waktu haid….” (Q.S. al-Baqarah: 222).
Larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sedang mengalami haid ini hanya berlaku pada hubungan intim lingga-yoni. Dengan demikian, melakukan hubungan intim di area selain vagina diperbolehkan. Dalam istilah haditsnya, seorang suami bisa melakukan hubungan intim dengan isterinya yang haid sebatas “ma fauqal izar” (area ke atas sarung). Dalam hadits lain, secara tegas dikatakan:
اِفْعَلُوْا مَاشِئْتُمْ إِلاَّ النِّكَاحَ ـ رواه مسلم
Artinya: “Lakukan apa saja, kecuali nikah (dalam konteks ini nikah memiliki arti “hubungan seksual).” (H.R. Muslim).
*) Dari berbagai sumber
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Assalamualaikum,
BalasHapusmaaf saya agak kurang setuju dengan pernyataan bahwa wanita haid tidak boleh membaca Al-Qur'an. Dengan demikian berarti wanita haid tidak boleh berkata 'Alhamdulillah', 'Bismillah' dan perkataan toyyibah lainnya, yang berarti pula orang haid terkesan jauh dari Allah. demikian, terimakasih.
berkata sama membaca sama apa beda ya????? maaf cuma nimbrung, hehehe. coz yang di pernyataan itu katanya membaca kalau di pertanyaan itu berkata, aku bingung dweh, kayak gak nyambung, tp cuma menurutku sich, hehehe, bercanda lho,w,,,,,w
BalasHapusMaaf ada sumber lain yang mengatakan boleh membaca Al-Quran yang ad diponsel.
BalasHapus