Penyiksaan dan penganiayaan kafir Quraisy yang di luar batas perikemanusiaan terhadap orang-orang muslim, membuat Nabi Muhammad saw. tidak tahan melihat penderitaan itu. Akhirnya Nabi Muhammad saw. menyarankan kepada para sahabatnya untuk mengungsi ke Habsyi guna menghindar dari gangguan, penyiksaan, dan ancaman orang-orang kafir Quraisy. Anjuran tersebut ditanggapi secara positif oleh para sahabat Nabi. Oleh karena itu, pada bulan ketujuh tahun kelima kenabian berangkatlah sebelas orang laki-laki beserta empat wanita. Kemudian rombongan berikutnya menyusul hingga jumlah yang hijrah ke Habsyi mencapai tujuh puluh orang. Di antaranya adalah Usman bin Affan dan isterinya, Ruqayah puteri Nabi Muhammad saw., Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Ja'far bin Abi Thalib, dan lain-lain. Kedatangan orang-orang Islam di Habsyi disambut dengan baik oleh raja Nejus. Bahkan mereka diizinkan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan yang mereka anut dan hidup dalam keadaan bebas karena mendapatkan perlindungan raja.
Keadaan itu segera berubah ketika orang-orang Quraisy mengirimkan utusan kepada raja Nejus. Mereka meminta agar raja Habsyi itu mengembalikan orang-orang muslim ke negeri asalnya, yaitu Mekkah. Namun, permintaan itu ditolaknya, bahkan umat Islam mendapatkan perlindungan khusus dan tempat yang layak di negeri itu serta diizinkan untuk tinggal selamanya.
Sementara ketika umat Islam berada di Habsyi, Rasulullah saw. tetap tinggal di kota Mekkah. Beliau terus berusaha menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Quraisy meskipun mendapat ancaman dan gangguan yang luar biasa. Usaha Rasulullah saw. ini ternyata tidak sia-sia, beliau berhasil mempengaruhi beberapa tokoh Quraisy, misalnya Hamzah bin Abdul Muthalib yang masuk Islam pada tahun 615 M yang bertepatan dengan tahun keenam kenabian.
Illustration from image google |
Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib berawal dari suatu peristiwa penganiayaan yang dilakukan Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad saw. Abu Jahal memperolok-olok dan akan membunuhnya saat itu. Ketika peristiwa itu didengar Hamzah, ia marah dan terus mendatangi Abu Jahal. Ketika bertemu Abu Jahal, ia langsung memeluknya dan menghardik. Dia berkata: "Apakah kamu akan membunuh orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhannya?" Setelah kejadian itu, Hamzah merasa kasihan dan berusaha melindungi perjuangan Nabi Muhammad saw. dan sejak itulah ia menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah saw.
Sementara Islamnya Umar bin Khattab berawal ketika ia bermaksud membunuh Nabi Muhammad saw. yang sedang berada di rumah Arqam bin Abi al-Arqam. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Nu'aim bin Abdillah dan menanyakan kemana tujuan Umar. Umar menjawab bahwa ia akan membunuh Nabi Muhammad saw. yang dianggap telah memecah belah masyarakat Arab. Nu'aim berkata lagi: "Bagaimana Anda bisa membunuh Muhammad sementara adik ipar Anda telah menjadi pengikutnya yang setia." Mendengar keterangan itu, Umar bin Khattab marah besar dan langsung menemui adiknya, yaitu Fatimah dan Sain bin Zaid suami Fatimah yang sedang belajar al-Quran. Setibanya di tempat tujuan, Umar langsung memukul Sa'id hingga berdarah. Umar bertanya: "Apa yang kau baca?" Fatimah menjawab: "Saya membaca al-Quran." Kemudian Umar bin Khattab memaksa adiknya untuk memberikan apa yang sedang dibacanya, namun Fatimah menolaknya. Tetapi Umar bin Khattab meyakinkan jika dia tidak akan merusaknya. Mendengar jawaban dan ketulusan Umar, akhirnya Fatimah memberikan ayat yang sedang dibaca. Setelah membaca ayat tersebut, Umar terketuk hatinya dan langsung mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk menyatakan keislamannya.
Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab adalah berkat usaha Nabi Muhammad saw. yang tidak kenal lelah dan tidak takut karena ancaman dalam berdakwah. Selain itu, keislaman mereka berdua memperkuat posisi umat Islam yang mendapat ancaman dari orang-orang kafir Quraisy yang saat itu sedang berada di Habsyi.
Hal penting yang dapat dipetik dari peristiwa di atas adalah bahwa meskipun hijrah pertama ini sedikit pesertanya, namun usaha mereka besar peranannya bagi sejarah Islam. Sikap para muhajirin yang rela meninggalkan harta kekayaan dan sanak keluarga serta rela menahan penderitaan dari pada melepaskan keyakinan mereka terhadap ajaran Islam. Bahkan mereka berkeyakinan bahwa penderitaan di pengasingan dalam menegakkan perjuangan di jalan Allah sebagai suatu kemuliaan di sisi Allah swt.
*) Dari berbagai sumber
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
0 comments:
Posting Komentar