Hadits Shahih, Pengertian Syaratnya


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Pengertian Hadits Shahih

Ibnu shalah mendefinisi hadits shahih, yaitu:
“Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal (terkena illat)"
Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat”
Ajjaj al-Khatib menyampaikan kriteria pada suatu hadis agar bisa dikatakan sebagai hadis shahih, yakni : 
  • Muttashil sanadnyab
  • Perawi-perawinya adil
  • Perawi-perawinya dhabit
  • Yang diriwayatkan tak syaz
  • Yang diriwayatkan terlepas dari illat qadihah (illat yang mencacatkannya) 
Shubhi Shalih juga berikan rambu-rambu yang perlu di perhatikan dalam melihat keshahihan suatu hadis, yakni : 
  • Hadis itu shahih musnad, yaitu sanadnya bersambung hingga yang paling atas
  • Hadis shahih tidaklah hadis yang syaz yakni rawi yang meriwayatkan memanglah terpercaya, walau demikian ia menyalahi rawi-rawi yang lain yang lebih tinggi
  • Hadis shahih bukan hanya hadis yang terkena ‘illat. Illat adalah : karakter tersembunyi yang menyebabkan hadis itu cacat dalam penerimaannya, meski dengan cara zahirnya terlepas dari illat
  • Semua tokoh sanad hadis shahih itu adil serta cermat
Definisi-definisi serta rambu-rambu yang diutarakan oleh muhaddisin perihal hadis shahih di atas, dengan kalimat yang tidak sama, tetapi tak tunjukkan ada perbedaan dalam pemahaman ciri hadis shahih. Dengan kata lain, bahwasanya suatu hadis disebutkan shahih, bila hadis itu mempunyai sanad yang bersambung (muttashil) hingga ke rasulullah saw. dinukil dari serta oleh orang yang adil lagi dhabit tidak ada unsur syaz ataupun mu’allal (terkena illat). 

Karena jika ada hadis yang sanadnya munqathi’, mu’dal serta muallaq dsb, maka hadis itu tak bisa disebutkan untuk hadis shahih. Sekian perihal dengan illat sebuat hadis, bila suatu hadis mempunyai illat ataupun syaz, maka tak bisa dimaksud hadis shahih. 

Walau pengertian serta rambu-rambu yang dikemukakan oleh muhaddisin perihal hadis shahih di atas tak ada perbedaan dalam pemahaman tanda-tanda hadis shahih, tetapi dalam aplikasi masing-masing kriteria terkadang berbeda, umpamanya dalam hal persambungan sanad, ada yang menyampaikan bahwasanya yang disebut dengan bersambung sanadnya yaitu jika periwayat satu dengan periwayat thabaqah selanjutnya mesti benar-benar “serah terima” hadis, momen serah terima ini bisa dipandang dari redaksi jadi kurang cuma dengan karena tidaklah menanggung bahwasanya sistem cukup cuma dengan perpindahan itu dengan cara segera.

Pembagian Hadits Shahih

Beberapa ulama hadis membagi hadis shahih jadi dua jenis : 

1. Shahih li Dzatihi, yakni hadis yang meliputi seluruhnya kriteria atau sifat-sifat hadis maqbul dengan cara prima, diberi nama “shahih li Dzatihi” lantaran sudah penuhi seluruhnya prasyarat shahih, serta tak perlu dengan kisah yang lain untuk hingga pada puncak keshahihan, keshahihannya sudah terwujud dengan sendirinya. 6 Untuk lebih jelasnya, tersebut penulis kemukakan misal hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي ؟ قَالَ : أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ : ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أَبُوك 

Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah di atas, yaitu satu diantara hadis shahih yg tidak ada ke-syaz-an ataupun illat. 

2. Shahih li ghairihi, yakni hadis hasan li dzatihi (tak penuhi dengan cara prima kriteria paling tinggi hadis maqbul), yang diriwayatkan lewat sanad yang lain yang sama atau lebih kuat darinya, diberi nama hadis shahih li ghairihi lantaran predikat keshahihannya diraih lewat sanad pendukung yang lain. 7 Tersebut misal hadis shahih li ghairihi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاة.  ٍ

Hadis itu dinilai oleh muhaddisin untuk hadis shahih li ghairihi seperti diterangkan di atas. Pada sanad hadis itu, ada Muhammad bin ‘Amr yang di kenal orang jujur, walau demikian kedhabitannya kurang prima, hingga hadis riwayatnya cuma hingga ke tingkat hasan. Tetapi keshahihan hadis itu di dukung oleh ada hadis lain, yang lebih tinggi derajatnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj dari Abu Hurairah (pada misal hadis shahih li dzatihi). 

Dari sini bisa kita kenali bahwasanya martabat hadis shahih ini bergantung pada ke-dhabit-an serta ke-adil-an beberapa perawinya. Makin dhabit serta makin adil si perawi, semakin tinggi juga tingkatan mutu hadis yang diriwayatkannya. yang diistilah oleh beberapa muhaddisin untuk ashahhul asanid. 
Ashahhul Asanid, yakni rangkaian sanad yang tertinggi derajatnya, al-Khatib menyampaikan, bahwasanya dikalangan ulama ada perbedaan pendapat tentang ashahhul asanid, ada yang menyampaikan : 
  1.  Kisah Ibn Syihab az-Zuhry dari Salim Ibn Abdillah ibn Umar dari Ibn Umar
  2. Beberapa lagi menyampaikan : ashahhul asanid yaitu kisah Sulaiman al-A’masy dari Ibrahim an-Nakha’iy dari Alqamah Ibn Qais dari Abdullah ibn Mas’ud
  3. Imam Bukhari serta yang lain menyampaikan, ashahhul asanid yaitu kisah imam Malik ibn Anas dari Nafi’ maula Ibn Umar dari ibn Umar. Serta lantaran imam Syafi’i adalah orang yang paling utama yang meriwayatkan hadis dari Imam Malik serta Imam Ahmad adalah orang yang paling utama yang meriwayatkan dari Imam Syafi’i, maka beberapa ulama muta’akhirin condong menilai bahwasanya ashahhul asanid yaitu kisah Imam Ahmad dari Imam Syafi’i dari Imam Malik dari Nafi’ dari Ibn Umar r. a. inilah yang dimaksud silsilah ad-dzahab (mata rantai emas)

Kitab-kitab yang di kategorikan Hadits Shahih

Manna’ Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa diantara kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah:
  1. Shahih Bukhari
  2. Shahih Ibn Hibban
  3. Shahih Muslim
  4. Shahih Ibn Khuzaimah
  5. Mustadrak al-Hakim
Sumber : http://ulivinalfaris.blogspot.com/p/pembagian-hadits.html

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين



Hadits Shahih, Pengertian Syaratnya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

1 comments: